Pengembangan UKM
08.20
ahmad_ibrahim
,
0 Comments
Membangun kemandirian UKM merupakan salah satu bentuk kewajiban kita, karena Rasulullah SAW dalam sebuah sabdanya menyatakan bahwa “kalian akan ditolong dengan sebab kaum dhuafa diantara kalian�. Tentu saja, untuk mengundang turunnya pertolongan Allah SWT, maka kita berkewajiban membantu kaum lemah di negeri ini dengan mengembangkan industri UKM secara bersama-sama.
Salah satu upaya konstruktif dalam menyelaraskan dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi yang berkeadilan adalah dengan memberikan kesempatan kepada setiap individu dalam masyarakat untuk mengoptimalkan segala kemampuan dan produktivitasnya didalam mengelola berbagai sumberdaya yang ada. Upaya ini tidak akan terealisasikan jika tingkat pengangguran dan tenaga kerja yang memiliki skill yang rendah, masih berada pada level yang tinggi.
Instrument kebijakan yang biasanya diadopsi untuk mengurangi tingkat pengangguran adalah ekspansi permintaan agregat (aggregate demand) dan kebijakan industrialisasi, baik dalam skala modal besar maupun skala menengah. Bagaimana pun juga, kebijakan ini akan menjadi lebih efektif bila perspektif yang digunakan adalah dalam konteks pemenuhan kebutuhan masyarakat dan pengembangan UKM (usaha kecil dan menengah). Hal ini akan memberikan manfaat yang lebih besar pada sebagian besar masyarakat. Kondisi makroekonomi dan ketidakseimbangan eksternal, dimana tidak memungkinkan adanya perluasan permintaan agregat domestik secara signifikan, juga akan memperkuat kebijakan tersebut.
Mempromosikan UKM Ajaran Islam adalah ajaran yang sangat memperhatikan kepentingan kaum lemah. Dalam QS 59 ayat 7 Allah SWT melarang berputarnya harta (modal) hanya dikalangan orang-orang kaya saja. Berdasarkan ayat ini, maka kita dapat mengambil pelajaran bahwasanya aktivitas perekonomian hendaknya melibatkan partisipasi aktif dari kelompok masyarakat kelas menengah kebawah, yang notabene mereka adalah mayoritas di suatu negara. Tidak hanya didominasi kelompok-kelompok elite saja.
Tentu saja pengembangan UKM sebagai institusi yang mampu mengaktifkan partisipasi masyarakat harus mendapat perhatian kita semua. Jika kita melihat kenyataan, maka pada umumnya negara-negara muslim di dunia saat ini berada dalam kategori negara berkembang, dimana mereka memiliki surplus jumlah tenaga kerja, kekurangan modal dan alat tukar perdagangan luar negeri, serta minimnya infrastuktur pendidikan dalam pengembangan teknologi. Dengan kondisi tersebut, maka pilihan untuk mengembangkan usaha kecil dan menengah (UKM) merupakan pilihan yang sangat tepat dalam rangka mereduksi pengangguran dan menyerap angkatan kerja yang ada dengan membuka lapangan pekerjaan baru. Bahkan menurut Imam Hasan al-Bana --dalam diskusinya tentang reformasi ekonomi dalam ajaran Islam-- usaha kecil dan menengah ini akan mampu membantu menyediakan lapangan kerja produktif bagi keluarga miskin, dan kemudian akan meminimalisir tingkat kemiskinan yang ada.
Dr Muhammad Yunus pun menegaskan bahwa “upah pekerjaan bukanlah jalan `bahagia` dalam mereduksi kemiskinan, tetapi mengembangkan usaha sendiri (baca : memiliki usaha sendiri walau dalam level UKM) lebih memiliki potensi untuk mengembangkan basis aset seseorang.� Fakta juga membuktikan bahwa strategi industrialisasi dalam skala besar ternyata belum mampu menyelesaikan problematika pengangguran dan kemiskinan secara global. Bahkan dalam sebuah studi yang dilakukan oleh Michigan State University, AS, di sejumlah negara, ternyata ditegaskan bahwa UKM telah memberikan kontribusi nyata yang sangat berharga didalam menciptakan lapangan pekerjaan dan meningkatkan pendapatan (lihat M Umer Chapra dalam Islam and Economic Development).
Di samping itu, UKM ini pun mampu mengembangkan eksport dan mengoptimalkan SDM yang ada, walaupun dengan akses kredit yang sangat minim baik dari pemerintah maupun perbankan. Dalam studi tersebut, juga disimpulkan bahwa UKM ini telah secara konsisten mampu menghasilkan output per unit modal, lebih besar dengan dari apa yang telah dihasilkan oleh industri skala besar. UKM ini telah menjadi alat yang efektif didalam meningkatkan kontribusi sektor privat baik dalam pertumbuhan maupun pemerataan yang obyektif di negara-negara berkembang. Jika kita melihat pengalaman Jepang misalnya, maka salah satu kunci keberhasilan ekspor Jepang yang luar biasa tersebut adalah karena kemampuannya didalam membangun persaingan domestik diantara perusahaan-perusahaan yang memberikan sub kontrak pekerjaan mereka kepada industri UKM. Industri UKM di Jepang telah mampu menghasilkan 50 % dari total keseluruhan output industrinya, dan menyerap 75 % angkatan kerja Jepang. Begitu pula dengan bisnis retailnya, yang 75 persennya dikelola oleh usaha toko keluarga yang dilindungi oleh hukum.
Di Jerman sendiri pun, kesadaran untuk mengembangkan usaha kecil menengah semakin besar, karena ternyata industri rumah tangga mampu memainkan peran signifikan dalam perekonomian Jerman. Tetapi jika kita melihat kondisi Indonesia, maka kita akan sangat miris melihat kenyataan bahwa UKM ini belum mendapatkan perhatian yang memadai dari pemerintah, padahal angka pengangguran kita sangat tinggi, yaitu 40 juta orang atau 18 % dari total keseluruhan jumlah penduduk.
Strategi Pengembangan UKM
Pertanyaannya sekarang adalah bagaimana mendorong perkembangan UKM ini di negara-negara muslim termasuk Indonesia? Tentu saja ini membutuhkan perubahan yang sangat revolusioner dalam lingkungan sosial ekonomi.
Pertama, harus ada perubahan gaya hidup dari ketergantungan terhadap produk impor menjadi kebiasaan mengkonsumsi produk domestik. Ini akan mendorong konsumsi produk dalam negeri yang akan menstimulasi berkembangnya industri dalam negeri.
Kemudian yang kedua, harus ada perubahan sikap dan kebijakan dari pemerintah didalam memandang UKM, bahwa UKM ini harus mendapat dukungan penuh.
Yang ketiga, industri UKM ini harus mendapat dukungan dalam mendapatkan input produksi yang lebih baik, teknologi yang tepat guna, teknik pemasaran yang efektif, dan pelayanan lain yang memungkinkan mereka memiliki kemampuan bersaing dengan industri besar, baik persaingan harga maupun kualitas.
Keempat, UKM ini harus mampu meningkatkan skill dan kemampuannya. Tentu saja pemerintah harus menyediakan fasilitas training yang memadai dan institusi pendidikan yang berkualitas.
Kelima, industri UKM ini harus diberi akses yang luas terhadap keuangan, dimana hal ini seringkali menjadi sumber masalah yang menghambat perkembangannya.
Kemudian yang keenam, pemerintah harus mampu mengeliminasi berbagai hambatan yang akan merintangi perkembangan dan ekspansi industri UKM. Pencapaian tujuan untuk substitusi impor dan promosi ekspor tidak akan dapat direalisasikan melalui pengembangan UKM jika industri ini tidak dibantu untuk mampu mengembangkan efisiensi teknologi yang memungkinkan mereka untuk bersaing secara efektif. Karena itu adalah langkah yang tepat jika dikembangkannya teknologi tepat guna yang berbasis sumberdaya lokal. Hal ini sangat menguntungkan karena membutuhkan modal yang minimal, cocok diterapkan di negara-negara berkembang yang masih memiliki kelemahan dalam institusi pendidikannya, dan mampu melepaskan diri dari ketergantungan terhadap teknologi impor. Industri UKM ini pun harus didorong untuk dapat berkembang di daerah pedesaan dan kota-kota kecil. Hal ini akan mengurangi perbedaan dan ketimpangan pendapatan secara regional, mereduksi konsentrasi penduduk di daerah kota-kota besar semata, meningkatkan pendapatan dan standar hidup, serta akan lebih memeratakan pendapatan dan kesejahteraan.
Ditulis oleh Irfan Syauqi Beik, Msc
Salah satu upaya konstruktif dalam menyelaraskan dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi yang berkeadilan adalah dengan memberikan kesempatan kepada setiap individu dalam masyarakat untuk mengoptimalkan segala kemampuan dan produktivitasnya didalam mengelola berbagai sumberdaya yang ada. Upaya ini tidak akan terealisasikan jika tingkat pengangguran dan tenaga kerja yang memiliki skill yang rendah, masih berada pada level yang tinggi.
Instrument kebijakan yang biasanya diadopsi untuk mengurangi tingkat pengangguran adalah ekspansi permintaan agregat (aggregate demand) dan kebijakan industrialisasi, baik dalam skala modal besar maupun skala menengah. Bagaimana pun juga, kebijakan ini akan menjadi lebih efektif bila perspektif yang digunakan adalah dalam konteks pemenuhan kebutuhan masyarakat dan pengembangan UKM (usaha kecil dan menengah). Hal ini akan memberikan manfaat yang lebih besar pada sebagian besar masyarakat. Kondisi makroekonomi dan ketidakseimbangan eksternal, dimana tidak memungkinkan adanya perluasan permintaan agregat domestik secara signifikan, juga akan memperkuat kebijakan tersebut.
Mempromosikan UKM Ajaran Islam adalah ajaran yang sangat memperhatikan kepentingan kaum lemah. Dalam QS 59 ayat 7 Allah SWT melarang berputarnya harta (modal) hanya dikalangan orang-orang kaya saja. Berdasarkan ayat ini, maka kita dapat mengambil pelajaran bahwasanya aktivitas perekonomian hendaknya melibatkan partisipasi aktif dari kelompok masyarakat kelas menengah kebawah, yang notabene mereka adalah mayoritas di suatu negara. Tidak hanya didominasi kelompok-kelompok elite saja.
Tentu saja pengembangan UKM sebagai institusi yang mampu mengaktifkan partisipasi masyarakat harus mendapat perhatian kita semua. Jika kita melihat kenyataan, maka pada umumnya negara-negara muslim di dunia saat ini berada dalam kategori negara berkembang, dimana mereka memiliki surplus jumlah tenaga kerja, kekurangan modal dan alat tukar perdagangan luar negeri, serta minimnya infrastuktur pendidikan dalam pengembangan teknologi. Dengan kondisi tersebut, maka pilihan untuk mengembangkan usaha kecil dan menengah (UKM) merupakan pilihan yang sangat tepat dalam rangka mereduksi pengangguran dan menyerap angkatan kerja yang ada dengan membuka lapangan pekerjaan baru. Bahkan menurut Imam Hasan al-Bana --dalam diskusinya tentang reformasi ekonomi dalam ajaran Islam-- usaha kecil dan menengah ini akan mampu membantu menyediakan lapangan kerja produktif bagi keluarga miskin, dan kemudian akan meminimalisir tingkat kemiskinan yang ada.
Dr Muhammad Yunus pun menegaskan bahwa “upah pekerjaan bukanlah jalan `bahagia` dalam mereduksi kemiskinan, tetapi mengembangkan usaha sendiri (baca : memiliki usaha sendiri walau dalam level UKM) lebih memiliki potensi untuk mengembangkan basis aset seseorang.� Fakta juga membuktikan bahwa strategi industrialisasi dalam skala besar ternyata belum mampu menyelesaikan problematika pengangguran dan kemiskinan secara global. Bahkan dalam sebuah studi yang dilakukan oleh Michigan State University, AS, di sejumlah negara, ternyata ditegaskan bahwa UKM telah memberikan kontribusi nyata yang sangat berharga didalam menciptakan lapangan pekerjaan dan meningkatkan pendapatan (lihat M Umer Chapra dalam Islam and Economic Development).
Di samping itu, UKM ini pun mampu mengembangkan eksport dan mengoptimalkan SDM yang ada, walaupun dengan akses kredit yang sangat minim baik dari pemerintah maupun perbankan. Dalam studi tersebut, juga disimpulkan bahwa UKM ini telah secara konsisten mampu menghasilkan output per unit modal, lebih besar dengan dari apa yang telah dihasilkan oleh industri skala besar. UKM ini telah menjadi alat yang efektif didalam meningkatkan kontribusi sektor privat baik dalam pertumbuhan maupun pemerataan yang obyektif di negara-negara berkembang. Jika kita melihat pengalaman Jepang misalnya, maka salah satu kunci keberhasilan ekspor Jepang yang luar biasa tersebut adalah karena kemampuannya didalam membangun persaingan domestik diantara perusahaan-perusahaan yang memberikan sub kontrak pekerjaan mereka kepada industri UKM. Industri UKM di Jepang telah mampu menghasilkan 50 % dari total keseluruhan output industrinya, dan menyerap 75 % angkatan kerja Jepang. Begitu pula dengan bisnis retailnya, yang 75 persennya dikelola oleh usaha toko keluarga yang dilindungi oleh hukum.
Di Jerman sendiri pun, kesadaran untuk mengembangkan usaha kecil menengah semakin besar, karena ternyata industri rumah tangga mampu memainkan peran signifikan dalam perekonomian Jerman. Tetapi jika kita melihat kondisi Indonesia, maka kita akan sangat miris melihat kenyataan bahwa UKM ini belum mendapatkan perhatian yang memadai dari pemerintah, padahal angka pengangguran kita sangat tinggi, yaitu 40 juta orang atau 18 % dari total keseluruhan jumlah penduduk.
Strategi Pengembangan UKM
Pertanyaannya sekarang adalah bagaimana mendorong perkembangan UKM ini di negara-negara muslim termasuk Indonesia? Tentu saja ini membutuhkan perubahan yang sangat revolusioner dalam lingkungan sosial ekonomi.
Pertama, harus ada perubahan gaya hidup dari ketergantungan terhadap produk impor menjadi kebiasaan mengkonsumsi produk domestik. Ini akan mendorong konsumsi produk dalam negeri yang akan menstimulasi berkembangnya industri dalam negeri.
Kemudian yang kedua, harus ada perubahan sikap dan kebijakan dari pemerintah didalam memandang UKM, bahwa UKM ini harus mendapat dukungan penuh.
Yang ketiga, industri UKM ini harus mendapat dukungan dalam mendapatkan input produksi yang lebih baik, teknologi yang tepat guna, teknik pemasaran yang efektif, dan pelayanan lain yang memungkinkan mereka memiliki kemampuan bersaing dengan industri besar, baik persaingan harga maupun kualitas.
Keempat, UKM ini harus mampu meningkatkan skill dan kemampuannya. Tentu saja pemerintah harus menyediakan fasilitas training yang memadai dan institusi pendidikan yang berkualitas.
Kelima, industri UKM ini harus diberi akses yang luas terhadap keuangan, dimana hal ini seringkali menjadi sumber masalah yang menghambat perkembangannya.
Kemudian yang keenam, pemerintah harus mampu mengeliminasi berbagai hambatan yang akan merintangi perkembangan dan ekspansi industri UKM. Pencapaian tujuan untuk substitusi impor dan promosi ekspor tidak akan dapat direalisasikan melalui pengembangan UKM jika industri ini tidak dibantu untuk mampu mengembangkan efisiensi teknologi yang memungkinkan mereka untuk bersaing secara efektif. Karena itu adalah langkah yang tepat jika dikembangkannya teknologi tepat guna yang berbasis sumberdaya lokal. Hal ini sangat menguntungkan karena membutuhkan modal yang minimal, cocok diterapkan di negara-negara berkembang yang masih memiliki kelemahan dalam institusi pendidikannya, dan mampu melepaskan diri dari ketergantungan terhadap teknologi impor. Industri UKM ini pun harus didorong untuk dapat berkembang di daerah pedesaan dan kota-kota kecil. Hal ini akan mengurangi perbedaan dan ketimpangan pendapatan secara regional, mereduksi konsentrasi penduduk di daerah kota-kota besar semata, meningkatkan pendapatan dan standar hidup, serta akan lebih memeratakan pendapatan dan kesejahteraan.
Ditulis oleh Irfan Syauqi Beik, Msc